Senin, 28 April 2014

Makna Dakwah dalam Perspektif Al-Quran



Makna Dakwah dalam Perspektif Al-Quran
Oleh: AHMAD GOZIN, M.Ag

A.    Pendahuluan
Dakwah dalam praktiknya merupakan kegiatan yang sudah cukup tua,  yaitu sejak adanya  tugas dan fungsi yang harus demban manusia di belantara kehidupan ini. Oleh sebab itu,  eksistensi dakwah tidak dapat dipungkiri oleh siapa pun, karena kegiatan dakwah sebagai proses penyelamatan umat manusia dari berbagai persoalan manusia yang merugikan kehidupannya, meruapan bagian dari tugas dan fungsi manusia yang sudah direncanakan sejak awal penciptaan manusia sebagai khalifah fi al-ardh (khalifah di muka bumi).1
Dakwah dalam implementasinya, meruapakan kerja dan karya besar manusia, baik secara personal maupun kelompok yang dipersembahkan untuk Tuhan dan sesamanya adalah kerja sadar dalam rangka menegakkan keadilan, meningkatkan kesejahteraan, menyuburkan persamaan, dan mencapai kebahagian atas dasar ridha Allah SWT. Dengan demikian, baik secara teologis maupun sosiologis dakwah akan tetap ada selama umat manusia masih ada dan selama Islam masih menjadi agama manusia.
Secara teologis, dakwah merupakan bagian dari tugas suci (ibadah) bagi umat Islam. Kemudian secara sosiologis, kegiatan dakwah apapun bentuk dan konteksnya akan dibutuhkan dan mewujudkan keshalehan individual dan keshalehan sosial, yaitu pribadi yang memiliki kasih sayang terhadap sesamanya dan mewujudkan tatanan masyarakat marhamah yang dilandasi oleh kebenaran tauhid, persamaan derajat, semangat persaudaraan, kesadaran akan arti penting kesejateraan bersama, dan penegakan keadilan di tengah-tengah kehidupan masyarakat.2
_______________________
 1 QS. Al-Baqarah ayat 30: terjemahanya sebagai berikut: Ingatlah ketika Tuhanmu berfiman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.......”.
 2 Enjang As. Dasar-dasar Ilmu Dakwah Pendekatan Filosofis dan Praktis, (Bandung: Widya Padjajaran, 2009), hal. 1.


Hal yang senada dengan pernyataan di atas, Enjang AS, Aep Kusnawan (Peny.) : 7) 3 mengatakan bahwa kegiatan berdakwah sudah ada sejak tugas dan fungsi yang harus diemban oleh manusia di belantara kehidupan dunia ini. Hal itu dilakukan dalam rangka menyelamatkan seluruh alam, termasuk di dalamnya manusia itu sendiri.
Pada dasarnya, dakwah merupakan suatu rangkaian kegiatan atau proses dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Tujuan ini dimaksudkan sebagai pemberi arah atau pedoman bagi gerak langkah kegiatan dakwah. Sebab tanpa tujuan yang jelas seluruh kegiatan dakwah akan sia-sia (muspra; dalam bahasa Jawa). Apabila ditinjau dari pendekatan sistem, tujuan dakwah merupakan salah satu unsur dakwah.
Menurut al-Quran, salah satu tujuan dakwah dapat ditemukan dalam surat Yusuf ayat 108, sebagai berikut;
Katakanlah; Inilah jalan-Ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik
Menurut ayat di  atas, salah satu tujuan dakwah adalah membentangkan jalan Allah di atas bumi agar dilalui manusia.
Dengan berdasarkan pada ayat tersebut, Abdul Rosyad Saleh 4 membagi tujuan dakwah menjadi dua, yakni tujuan utama dakwah dan tujuan departemental (tujuan perantara).  Lebih jelasnya Abdul Rasyad Saleh menulis sebagai berikut:
Tujuan utama dakwah adalah nilai atau hasil akhir yang ingin dicapai atau diperoleh oleh keseluruhan tindakan dakwah. Untuk tercapainya tujuan utama inilah maka semua penyusunan semua rencana dan tindakan dakwah harus ditujukan dan diarahkan. Tujuan utama dakwah sebagaimana telah dirumuskan ketika memberikan pengertian tentang dakwah adalah terwujudnya kebahagian dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat yang diridhai Allah SWT.
Sedangkan tujuan departemental adalah merupakan tujuan perantara. Sebagai perantara oleh karenaya tujuan departemental berintikan nilai-nilai yang dapat mendatangkan kebagaian dan kesejahteraan yang diridhai Allah SWT, masing-masing sesuai dengan segi atau bidangnya.
_______________________
 3 Enjang AS, Penulusuran Makna Dakwah, Aep Kusnawan (Peny.) Ilmu Dakwah (Kajian Berbagai Aspek, (Bandung: Bani Quraisy, 2004), hal. 7.
 4 Abdul Rosyad Saleh, Menejemen Dakwah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hal. 21-27. Dikutif oleh Agus Ahmad Safe’i, Aksiologi Dakwah Islam, Aep Kusnawan (Peny.) Ilmu Dakwah (Kajian Berbagai Aspek), (Bandung: Bani Quraisy, 2004), hal. 114-115.
Dengan demikian, dengan meruju pada kutipan di atas, maka tujuan utama dan tujuan departemental dakwah merupakan dua hal yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Tujuan akhir merupakan muara akhir dari tujuan departemental, sedangkan tujuan departemental merupakan sarana bagi tercapainya tujuan utama tadi.
B.     Pembahasan
Al-Quran sering disebut kitab dakwah. Artinya, ia menjadi sumber rujukan dasar dan referensi otentik tentang keapaan dan kebagaimanaan dakwah. Tentang posisi Al-Quran sebagai kitab dakwah ini, Syayid Qutb menulis; 6
Al-Quran merupakan kitab dakwah. Yang memiliki ruh pembangkit. Yang berfungsi sebagai penguat. Yang berperan sebagai penjaga, penerang, dan penjelas. Dan merupakan tempat kembali satu-satunya bagi para penyeru dakwah dalam mengambil rujukan dalam melakukan kegiatan dakwah dan dalam menyusun suatu konsep gerakan dakwah selanjutnya.
Al-Quran menyentuh banyak aspek yang berkaitan dengan kebutuhan dan kewajiban manusia untuk berdakwah. Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa al-Quran merupakan sumber inspirasi dakwah. Lebih dari itu, al-Quran dapat juga dikatakan sebagai kitab dakwah., dalam pengertian bahwa al-Quran-lah yang mengintroduksi wacana itu dan menjelaskan segala sesuatu yang berkenaan tentangnya.
Menurut Sukriadi Sambas, 7 Al-Quran adalah kitab dakwah yang merupakan pesan dakwah Allah sebab Allah menjelaskan secara eksplisit  adanya aktivitas dakwah sebagai bagian yang diperintahkan.
Al-Quan menjelaskan identitas kedirinya sebagai al-kitab al-hakim dan al-quran al-hakim, yaitu buku dan bacaan hikmah yang berarti kearifan, ilmu, dan kebijaksanaan. Allah SWT. Mengenalkan buku hikmah, mengenalkan salah satu identitas diri-Nya dengan sebutan al-ajij al-Hakim, yaitu Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.8
_______________________
6 Sayyid Qutb, Fiqih Dakwah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995, hal. 1, dikutip oleh Asep Muhyiddin dan Agus Ahmad Safe’i, Metode Pengembangan Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hal. 15.
7 Sukriadi Sambas, Sembilan Pasal Pokok-Pokok Filsafat Dakwah, (Bandung: KP Hadid, 1998), hal. 2. dikutip oleh Asep Muhyiddin dan Agus Ahmad Safe’i, Metode Pengembangan Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hal. 16.
8 Asep Muhyiddin dan Agus Ahmad Safe’i, Metode Pengembangan Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 15-16.
Hal yang serupa dengan di atas, Quraish Shihab (1994: 193) 9 menjelaskan bahwa Al-Quran al-Karim adalah suatu kitab dakwah yang mencakup sekian banyak permasalahan atau unsur dakwah, seperti da’i (pemberi dakwah), mad’u (penerima dakwah), metode dakwah dan cara-cara penyampaiannya.
Ki Moesa .A Machfoeld, (2004: XIV) 10 dalam bukunya Filsafat Dakwah, Ilmu Dakwah Dan Penerapannya (edisi kedua), yang disunting oleh Nawari Ismail, secara panjang lebar mejelaskan makna hakikat dakwah. Namun secara garis besarnya beliau menjelaskan sebagai berikut:
Ada beberapa hal yang perlu dipahami tentang hakikat makna dakwah, yaitu: dakwah sebagai kerja Tuhan; dakwah sebagai ajakan; dakwah sebagai proses komunikasi; dakwah penyebaran rahmat Allah,; dakwah sebagai pembebasan; dakwah sebagai penyelamatan manusia; dan dakwah sebagai membangun peradaban.
Dakwah, secara bahasa (etimologi) merupakan sebuah kata dari bahasa Arab dalam bentuk masdar. Kata dakwah berasal dari kata:  دعا – يدعو - دعوة   (da’a, yad’u, da’watan), yang artinya seruan, panggilan, undangan atau do”a. Menurut  Abdul Aziz ,11  secara etimologi kata dakwah berarti : (1) memanggil; (2) menyeru; (3) menegaskan atau membela sesuatu; (4) memohon dan meminta atau berdo’a. Artinya, proses penyampaian pesan-pesan tertentu berupa ajakan, seruan, undangan untuk mengikuti pesan tersebut atau menyeru dengan tujuan untuk mendorong seseorang suapaya melakukan cita-cita tertentu.11
Oleh karena itu, dalam kegiatan dakwah ada proses mengajak, maka orang yang mengajak disebut da’i dan orang yang diajak disebut mad’u.
Pengertian dakwah dari segi bahasa ini masih memiliki karakteristik yang umum, karena yang namanya mengajak, memanggil atau menyeru bisa saja kepada arah kebaikan dan keburukan.
_________________________
9 Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, (Bandung: Mizan, 1994), hal. 193.
10Ki Moesa .A Machfoeld, (edisi kedua), Nawari Ismail (Peny.), Filsafat Dakwah, Ilmu Dakwah Dan Penerapannya, (Jakarta: Bulan Bintang, 2004) hal. 148.
 11 Abdul Aziz,  Islah al-Wakhudu al-Diniy, (Mesir: Attiqarah al-Kubra, 1997), hal. 26. dikutif oleh Enjang AS,  Dasar-dasar Ilmu Dakwah, (Bandung: Widya Padjajaran, 2009) hal. 3.
Oleh karena itu, dalam kegiatan dakwah ada proses mengajak, maka orang yang mengajak disebut da’i dan orang yang diajak disebut mad’u.
Pengertian dakwah dari segi bahasa ini masih memiliki karakteristik yang umum, karena yang namanya mengajak, memanggil atau menyeru bisa saja kepada arah kebaikan dan keburukan. Dalam konteks pengertian bahasa, al-Quran menunjukan beberapa contoh penggunaan kata dakwah. Penggunaan kata dakwah bisa digunakan untuk ajakan kebaikan dan ada juga kata dakwah yang menunjukan ajakan pada keburukan, bahkan kata dakwah yang artinya do’a. Beberapa contoh berikut:
قال رب السجن احب الي مما يدعو نني اليه
Yusuf berkata: “wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku”. (QS. Yusuf: 33).
والله يدعو الي دار السلام .......
Allah menyeru (manusia) kepada daru al-salam (surga).......(QS. Yunus: 25).
اولئك يدعون الي النار والله يدعو الي الجنة والمغفرة باذنه
Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (QS. Al-Baqarah: 168).
اجيب دعوة الداع اذا دعان
Aku akan memenuhi do’a bagi orang berdo’a kepada-Ku.  (QS. Al-Baqarah: 222).
Sedangkan dakwah dalam pengertian istilah (terminologi) diantaranya dapat mengambil isyarat dari suarat al-Nahl (16): 125, al-Baqarah (2): 208, al-Maidah (5): 67, al-Ahzab (33): 21, dan Ali-Imran (#): 104 dan 110. Adapu surat al-Nahl (16) ayat 125, yaitu:
ادع الي سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة جا د لهم بالتي هي احسن ........
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik......
Berdasarkan ayat-ayat tersebut di atas, dapat dipahami bahwa dakwah adalah mengajak manusia kepada jalan Allah (sistem Islam) secara menyeluruh; baik dengan lisan, tulisan, maupun dengan perbuatan sebagai ikhtiar (upaya) muslim mewujudkan nilai-nilai ajaran Islam dalam realitas kehidupan pribadi (syahsiyah), keluarga (usrah) dan masyarakat

(jama’ah) dalam semua segi kehidupan secara menyeluruh, sehingga terwujudnya khairul ummah (masyarakat madani).12
Menurut Asep Muhyiddin (2004: 13)  13  bahwa Al-Quran merupakan kitab dakwah dari Allah kepada Nabi Muhammad SAW dan umat manusia. Al-Quran merupakan sumber utama yang menjelaskan mengenai dakwah itu. Term-term utama dakwah disebutkan. 
Dalam perspektif dakwah, al-Quran dipandang sebagai kitab dakwah yang merupakan rujukan pertama dan utama. Al-Quran memperkenalkan sejumlah istilah kata kunci yang melahirkan konsep dasar dakwah.
Dalam al-Quran, istilah-istilah dakwah tersebut selalu diekspresikan dalam konteks bagaimana kedudukan, fungsi, dan peran manusia sebagai mukhatab utamanya dalam kaitan dengan hak dan kewajibannya, yakni habl min Allah, habl min al-nas, dan habl min al-alam. Isyarat ayat-ayat yang berkenaan dengan hal itu menegaskan keberadaan gagasan, visi, misi, dan prinsip dakwah dalam wawasan al-Quran.
Istilah-istilah dakwah dalam al-Quran yang dipandang paling populer adalah yad’una ila al-khayr, ya’muruna bi al-ma’ruf, dan ‘yanhawna ‘an al-munkar. Dalam konteks ini, seorang muslim secara khusus mempunyai kewajiban dan tanggungjawab moral untuk hadir ditengah-tengah kehidupan sosial masyarakat sebagai bukti dan saksi kehidupan Islami (syuhada ‘ala al-nas), umat pilihan (khoero ummah) yang mampu merealisasikan nilai-nilai Ilahi, yaitu menyatakan dan menyerukan al-khoer, sebagai kebenaran prinsipil dan universal (ya’uuna ila al-khoer), melaksanakan dan menganjurkan al-ma’ruf, yaitu nilai-nilai kebenaran kultural (ya’muruuna bi al-ma’ruf), serta menjauhi dan mencegah kemunkaran (yanhawna ani al-munkar). Disamping istilah tersebut dalam al-Quran juga memperkenalkan istilah-istilah lain yang dipandang berkaitan dengan tema umum dakwah, seperti tabligh (penyampaian), tarbiyah (pendidikan), ta’lim (pengajaran), tabsyir (penyampaian berita gembira), tandzir (penyampaian ancaman), tawsiyah (nasehat), tadzakir dan tanbih (peringatan).   
_________________________
12  Enjang AS dan Aliyudin,  Dasar-dasar Ilmu Dakwah, (Bandung: Widya Padjajaran, 2009), hal. 3-5.
13 Asep Muhyiddin, Dakwah Dalam Al-Quran, Aep Kusnawan (Peny.),  Ilmu Dakwah (Kajian Berbagai Aspek), (Bandung: Bani Quraisy, 2004),  hal. 13.

Subtansi istilah-istilah itu adalah adanya pesan moral dan misi suci tentang nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan kesucian sebagai hidayah Ilahi yang perlu terus-menerus diperjuangkan.
Hal serupa dengan pernyataan di atas, secara khusus,  Sukriadi Sambas, (2004: 127) 14  Al-Quran merupakan kitab dakwah dari Allah kepada Nabi Muhammad SAW dan umat manusia.
Al-Quran merupakan sumber utama yang menjelaskan mengenai dakwah itu. Term-term utama dakwah disebutkan kata  الله    sebagai داعئ معبود خالق , sebanyak 980 kali;  (sebagai pembawa informasi Ilahi) sebanyak 154 kali; dalam 45 bentuk;   (penyampai pesan Ilahiyah) sebanyak 523 kali dalam 54 bentuk;   9seruan) sebanyak 208 kali dalam 70 bentuk,   (penyebar) 77 kali dalam 32 bentuk;    sebanyak 13 kali dalam 8 bentuk;   (bimbingan ) 19 kali dalam 9 bentuk;    (mengurus) 8 kali   dalam 3 bentuk;   (mengembangkan) 11 kali dalam 2 bentuk;    sebanyak 1.451 kali dalam 50 bentuk;    sebanyak 25 kali dalam 7 bentuk; sebanyak 358 kali dalam 29 bentuk;    sebanyak 331 dalam 6 bentuk;   sebanyak 37 kali dalam 3 bentuk,  sebanyak 1 kali, dan term-term lainnya.
Dari term-term tersebut terinformasikan secara qath’i al-wurud, qath’i al-dilalah, dan qath’i tanfidz (kepastian dalam pelaksanaan), bahwa dakwah secara umum merupakan proses menyeru untuk mengikutisesuatu dengan cara sesuatu. Sedangkan secara khusus dakwah Islam diartikan sebagai proses perilaku keislaman menyeru ke jalan Allah yang melibatkan unsur da’i, pesan, ushlub (metode), wasail (media), mad’u (yang didakwahi), dan tujuan perilaku keislaman itu.
Dari segi bentuknya, dakwah dapat berupa irsyad (internalisasi) dan bimbingan), tabligh (tranmisi dan penyebarluasan), tadbir (rekayasa sumber daya manusia), dan tahwir (pengembangan kehidupan muslim) dalam aspek-aspek kultur universal.
Menurut Nanih Machendrawty dan Agus Ahmad Safe’i  (2001: 180),15 bahwa Dakwah semestinya meruapakan suatu proses dialog untuk membangkitkan kesadaran
________________________
14 Sukriadi Sambas, Pokok-Pokok wilayah Kajian Ilmu Dakwah, Aep Kusnawan (Peny.),  (Ilmu Dakwah (Kajian Berbagai Aspek), (Bandung: Bani Quraisy, 2004),  hal. 127-128.
15 Nanih Machendrawty dan Agus Ahmad Safe’i. Pengembangan Masyarakat Islam, Dari Ideologi, Strategi sampai Tradisi, (Bandung: Rosdakarya, 2001), hal. 180.
bahwa, sebagai makhluk, masyarakat memiliki potensi, bahwa mereka diciptakan oleh Allah untuk berkemampuan mengelola diri dan lingkungannya. Dengan konsepsi dan pola seperti ini, esensi dakwah tidak dimaksudkan untuk mencoba mengubah masyarakat, tapi menciptakan suatu kesempatan sehingga masyarakat akan sanggup mengubah dirinya sendiri.


Daftar Pustaka

Asep Muhyiddin dan Agus Ahmad Safe’i, 2009. Metode Pengembangan Dakwah, Bandung, Pustaka Setia.
Enjang As. 2009. Dasar-dasar Ilmu Dakwah Pendekatan Filosofis dan Praktis, Bandung, Widya Padjajaran.
Ki Moesa .A Machfoeld, (edisi kedua), Nawari Ismail (Peny.)   2004,  Filsafat Dakwah, Ilmu Dakwah Dan Penerapannya,  Jakarta, Bulan Bintang.
M. Quraish Shihab, 1994. Membumikan Al-Quran, Bandung,  Mizan.
 Nanih Machendrawty dan Agus Ahmad Safe’i. 2001. Pengembangan Masyarakat Islam, Dari Ideologi, Strategi sampai Tradisi, Bandung: Rosdakarya.